Quantcast
Channel: Indonesia Mengglobal

Dari Passion Bidang Enterpreneurship ke Energi Terbarukan: Kisah Irvan Hermala Mengembangkan Start-Up Berbagi Listrik

$
0
0

Di saat wacana penggunaan mobil listrik mulai bermunculan, ternyata ada banyak daerah di Indonesia yang belum tersentuh listrik. Jangankan untuk kendaraan, untuk menghidupkan lampu pun tidak bisa. Di daerah tersebut juga tidak memungkinkan untuk dibuat pembangkit listrik berbasis tenaga batu bara.

Simak pengalaman Irvan Hermala, yang menempuh pendidikan  M.Sc Business Strategy and Entrepreneurship di Cardiff Business School   dalam membangun Berbagi Listrik, sebuah start-up yang bergerak dalam dalam bidang pemerataan listrik berbasis energi terbarukan  di berbagai daerah di Indonesia.

Dari passion di bidang entrepreneurship ke renewable energy

Irvan Hermala menempuh pendidikan di bidang M.Sc Business Strategy and Entrepreneurship di Cardiff Business School pada tahun 2015 . Selepas  menyelesaikan kuliah di UK pada tahun 2016, Irvan memutuskan untuk mengejar passion-nya di bidang bisnis. Menurut Irvan, output tersebut yang memang diharapkan dari pendidikan S2-nya di Cardiff.

 Irvan bertemu dengan temannya, yang baru saja menyelesaikan pendidikan di Korea Selatan pada bidang solar cell. Irvan kemudian bekerja sama dengan temannya untuk membuat riset bersama di bidang solar cell dan pengembangan teknologi. Dari situ, muncul ide untuk membangun start-up bernama Berbagi Listrik.

Berbagi Listrik Berawal dari sebuah gerakan untuk memberikan akses energi listrik melalui solar cell kepada masyarakat di daerah terpencil. Inisiasi tersebut  kemudian tumbuh menjadi sebuah sociopreneurship dimana mereka juga mengembangkan potensi bisnisnya untuk masyarakat, disamping juga mengembangkan bidang renewable energy.

“Kita menginginkan seluruh wilayah Indonesia, khususnya 3T, yang belum dapat akses listrik seluruhnya bisa menikmati akses listrik.  Akan tetapi, kita menyadari bahwa tidak mudah untuk menjangkau wilayah-wilayah tersebut, “ungkap Irvan

Oleh karena itu, Berbagi Listrik menggunakan  energi terbarukan (renewable energy), yaitu solar cell  sebagai sumber energi mereka.  Daerah-daerah yang menjadi mitra Berbagi Listrik belum dijangkau oleh transmisi energi yang sudah ada.

 Selain itu,  Berbagi Listrik juga mengkampanyekan energi bersih kepada masyarakat.

“Setiap kita pasang solar cell, kita beri edukasi (ke Masyarakat-red). (Kita edukasi ke masyarakat)ini salah satu inverstasi yang ramah lingkungan,sehingga masyarakat terbiasa dengan sumber energi yang terbarukan,” ucap Irvan.

Irvan bersama rekan-rekan satu timnya di Berbagi Listrik (source: personal documentation)

Mempelajari culture start-up saat sekolah di UK

Irvan menuntut studi di UK pada tahun 2015. Pada saat itu, ekosistem start-up belum berkembang pesat seperti sekarang.

“Kalau sekarang kita familiar dengan istilah pithcing.. Saat itu  kegiatan pitching di Indonesia sangat terbatas. Hanya diadakan di venture capital tertentu.”

Saat berada di UK, saat itu merupakan pertama kalinya Irvan melaksanakan pitching. Pengalaman pitching tersebut mengajarkan banyak hal kepada dia. Dia belajar untuk menuangkan gagasan dalam waktu singkat, di depan para investor.

Pada 2019, Berbagi Listrik meraih juara favorit pada ajang  Shell LiveWIRE Indonesia. Kemudian, pada tahaun 2020, start-up nya menjadi juara tingkat provinsi pada kompetisi Satu Indonesia Award yang diadakan oleh Astra.

“Hasil pendidikan saya di UK tersebut memberikan pengalaman baik yang dapat membawa dampak baik kepada start-up saya.”

Mengunjungi Old Trafford saat berada di UK (soure: personal documentation)

Potensi Renewable Energy di Indonesia

Menurut Irvan, tidak bisa dipungkiri, ketergantungan Indonesia akan fossil fuel cukup tinggi.

“Ini perlu kita terima sebagai sebuah fakta”, “ tukas Irvan.

Meskipun begitu, yang perlu diingat, cepat atau lambat, fossil fuel pasti akan habis. Oleh karena itu, perlu dibuat rencana strategi untuk memitigasi kondisi tersebut, dimana penggunaan bahan bakar fossil fuel dapat dikonversi menjadi renewable energy.

“Kemarin kan kita lihat ada PLTU batu bara yang usia-nya sudah 25 tahun. Bagaimana dalam jangka waktu 25 tahun ke depan kita dapat mempersiapkan infrastruktur renewable energy, seperti menyiapkan PLTU bio-diessel atau bio-mass, dengan bahan baku dari cangkang sawit, misalnya.

“Jadi selain menerima kondisi yang ada, kita juga harus mempersiapkan (yang akan terjadi-red), sehingga sumber daya yang cukup melimpah di negara kita, dapat dipergunakan.”

Selain itu, Irvan juga menjelaskan mengenai potensi sumber daya air yang dapat diberdayakan untuk menjadi salah satu sumber renewable energy. Menurut Irvan, dengan kontur Indonesia yang memiliki banyak pegunungan, dan berbentuk kepulauan, Indonesia kaya akan sumber daya air.

“Sumber daya air memiliki biaya produksi yang paling rendah dibanding sumbet daya renewable energy lainnya. Selain itu, memiliki aspek TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang tinggi. Potensi hidro ini dapat dioptimalkan sebagai bagian dari kontribusi sumber energi.”

Irvan mengatakan, untuk menggantikan peran bahan bakar fossil harus dilakukan perlahan.  Ia mencontohkan megenai PLTU batu bra yang sudah berusia 25 tahun.

“25 tahun umur PLTU, ada 5 presiden yang melanjutkan pembangunan infrastruktur itu. Begitu juga dengan renewable energy.”

Irvan bersama masyarakat di salah satu desa di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, dalam salah satu project Berbagi Listrik (source: personal documentation)

Battlefield masih Luas

Industri renewable energy masih memiliki area yang cukup luas untuk dieskplor.

Selain start-up yang bersifat sociopreneur, seperti Berbagi Listrik, masih ada juga start-up yang bersifat komersial.

Masing-masing start-up tersebut memiliki segmen yang berbeda, akan tetapi memiliki misi yang sama: menggalakkan energi terbarukan.

“Tentu kalau buat anak-anak muda yang punya passion, semangat, tekad untuk membangun renewable energy, kita sangat encourage, ungkap Irvan.

Selain itu, sebagian besar start-up yang sudah ada masih bergerak di bidang solar panel atau wind turban. Menurut Irvan, masih banyak potensi lain dari bidang renewable energy yang dapat dieksplor, seperti bio mass atau energi panas laut bumi.

Di depan instalasi solar panel yang sedang dipasang (source: personal documentation)

Butuh Idealisme yang Kuat

Salah satu kendala yang dihadapi saat ini adalah masih terbatasnya talenta yang tertarik untuk terjun di bidang renewable energy.

“Bukannya enggak ada, tapi kalau ada, banyak yang  menyerah menghadapi tantangan yang ada, “ujuar Irvan.

Ada dua hal yang perlu dikombinasikan, yaitu keinginan kuat dan expertise kuat untuk mengembangkan bidang renewable energy.  Kombinasi dua hal tersebut penting, sehingga dapat diwujudkan menjadi suatu hal yang konkrit.

“Memang, akan ada banyak kesulitan-kesulitan di awal yang ditemui. Dengan berjalannnya waktu, kita bisa menemukan efficencet scale-nya, sehingga kita akan bisa mengembangkan bisnis kita secara autopilot.”

Selain itu, idealisme kuat juga dibutuhkan, khususnya untuk memperbaiki bumi, dalam rangka membuat bumi sebagai tempat tinggal yang layak.

Jika Sahabat Indonesia Mengglobal tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang Berbagi Listrik, atau energi terbarukan secara umum, maka dapat mengunjungi halaman Instagram Berbagi Listrik @berbagilistrik.id.


Belajar dan Berkontribusi: Do-able and YouthABLE

$
0
0

Banyak para pemuda yang merasa bahwa belajar dan berkontribusi kepada lingkungan sekitar sulit untuk dilakukan dalam waktu bersamaan. Hal itu karena beban yang diemban selama belajar di sekolah atau universitas seringkali menyita banyak waktu dan energi sehingga ruang untuk berkontribusi pun menjadi semakin sempit dan terbatas. Namun demikian, hal tersebut bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Ode telah membuktikan bahwa belajar dan berkontribusi untuk negeri dapat dijalani beriringan tanpa mengurangi performa di salah satu kegiatan tersebut.

Penasaran dengan cerita pengalaman Ode dalam menyeimbangkan kegiatan belajar dan berkontribusi? Yuk, kita simak kisah nya sama-sama!

Kegiatan terkini Ode

La Ode Rifaldi Nedan Prakasa, yang biasa disapa Ode, lahir dan besar di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Dia merupakan lulusan program sarjana International Relations dari President University dan saat ini sedang menempuh studi pascasarjana di bidang Strategic Communication di University of Western Australia (UWA) dengan beasiswa LPDP. Selain sibuk kuliah, Ode juga aktif berkontribusi sebagai CEO dan Co-Founder YouthABLE Indonesia.

Belajar sampai Negeri Kangguru

Winthrop Hall, University of Western Australia (Dokumentasi pribadi)

Perjalanan Ode ke UWA dimulai dari keinginannya sejak kecil untuk kuliah di Negeri Kanguru yang selalu memikat hatinya. Mimpi tersebut terus digenggam Ode sampai pada saat ia bekerja sebagai seorang konsultan komunikasi di sebuah perusahaan swasta di Indonesia. Kala itu, Ode merasa tertahan dalam intermediate-level trap sebab meskipun sebagai seorang sarjana Hubungan Internasional yang mahir dalam komunikasi, ia merasa belum menjadi seorang ahli yang mampu memberikan saran strategis kepada klien. Ode sadar bahwa ia membutuhkan lebih banyak ilmu dan pengalaman lagi. Hal ini pada akhirnya membuat Ode memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di UWA, satu-satunya universitas di Australia yang menawarkan program studi khusus dalam bidang strategi komunikasi.

Pengalaman belajar di UWA terasa sangat jauh berbeda dengan di Indonesia. Di UWA, para mahasiswa fokus pada pembelajaran mandiri (student-centred learning). Semua materi kuliah dan daftar bacaan terintegrasi dalam sistem manajemen pembelajaran, dan tidak ada hubungan kuasa antara dosen dan mahasiswa. Fasilitas yang tersedia sangat mendukung proses pembelajaran.  

Selain beraktivitas di bidang akademik, Ode juga bergabung di beberapa organisasi, seperti AIPSSA (Association of Indonesian Postgraduate Students and Scholars in Australia), LPDP Perth, Paskibra KJRI Perth dan klub bulu tangkis. Di sana, Ode dapat mengasah kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dalam tim, bahkan menyalurkan hobi olahraga!

Terkait dengan adaptasi diri di Australia, Ode mengakui bahwa dia sempat mengalami culture shock ketika pertama kali tiba di kota domisilinya, Perth. Budaya egaliter dan disiplin waktu yang tinggi menjadi ciri khas orang Australia membuat Ode semakin tertantang untuk mengatur waktu agar selalu on-time dalam menjalani jadwal sehari-harinya. Selain itu, culture shock lainnya adalah ketika mahasiswa memanggil dosen tanpa panggilan Bapak/Ibu atau sebutan kehormatan lainnya. Hal ini karena dosen dan mahasiswa dianggap setara, sehingga biasanya dosen dipanggil dengan nama mereka.

Berkontribusi melalui YouthABLE

YouthABLE meeting secara virtual 18 Agustus 2023 (Dokumentasi pribadi)

YouthABLE adalah organisasi nirlaba yang didirikan oleh Ode dan rekan-rekannya. Awalnya, YouthABLE merupakan proyek kuliah di President University yang bertujuan untuk mengajak anak-anak muda menjadi agen perubahan dalam isu-isu seperti Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development (SDG) contohnya isu disabilitas, pemberdayaan perempuan, dan lingkungan. Saat ini, YouthABLE fokus pada pemberdayaan anak muda dalam isu-isu lingkungan yang sesuai dengan visi mereka untuk “Memberdayakan Anak Muda Indonesia untuk Mendorong Keberlanjutan Lingkungan dan Pembangunan.”

Motivasi utama Ode dalam mendirikan YouthABLE adalah dorongan untuk mengajak anak-anak muda agar menjadi agen perubahan. Dia melihat bahwa banyak mahasiswa dan anak muda yang cenderung kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya dan hanya berfokus pada kuliah, padahal banyak sekali isu-isu yang membutuhkan peran aktif dari mereka. Oleh sebab itu, Ode dan timnya mendirikan YouthABLE sebagai wadah untuk anak muda berkontribusi positif.

Sejak berdiri pada tahun 2019, YouthABLE telah berhasil menjalankan banyak program di berbagai kota di Indonesia, melibatkan lebih dari 1000 anak muda dalam berbagai proyek, seperti Trash to Treasure di Bekasi, Action Beyond Limitation di Jakarta, Cananga Movement di Malang, SARIRA di Bali, YouthABLE Tongkuno di Muna, Gemohing4Lembata di Nusa Tenggara Timur, dan Papua Teaching Project di Papua. Saat ini, YouthABLE sedang fokus menjalankan dua proyek lingkungan bekerjasama dengan President University serta pihak pemerintah dan swasta.

Kedepannya, YouthABLE berharap untuk dapat merangkul lebih banyak lagi anak muda untuk sama-sama bergabung dengan organisasi ini dan berkontribusi kepada lingkungan sekitar sehingga dampak dari aksi kontribusi yang dilakukan dapat menjadi lebih impactful.

Pesan dari Ode

Oral Presentasi Public Communication Unit, membedah retorika pidato Greta Thunberg di UN Climate Summit, ketika mendesak world leader untuk take action dalam isu lingkungan (Dokumentasi pribadi)

Kepada teman-teman yang ingin belajar dan berkontribusi kepada negeri, Ode berpesan untuk jangan patah semangat dan terus berusaha sebaik mungkin.

Semangatlah dalam mengejar impian dan menimba ilmu di negeri orang, tetapi jangan lupa untuk terus berkontribusi positif untuk anak muda Indonesia.” -Ode


La Ode Rifaldi Nedan Prakasa, yang biasa disapa Ode, lahir dan besar di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Dia merupakan lulusan International Relations dari President University dan saat ini sedang menempuh studi pascasarjana di bidang Strategic Communication di University of Western Australia (UWA) dengan beasiswa LPDP. Selain itu, Ode juga menjabat sebagai CEO dan Co-Founder YouthABLE Indonesia. Dia dapat dihubungi melalui akun Instagramnya @laodealdi atau melalui email di 23747397@student.uwa.edu.au.

Pemahaman Sastra, Pertumbuhan Empati, dan Perkembangan Kepekaan Budaya dalam Usaha Mengglobal

$
0
0

Bulan Mei yang telah lalu, saya menyelesaikan program studi di East Carolina University. Di tengah kebahagiaan yang datang karena keberhasilan saya merampungkan studi, ada satu pertanyaan yang mengusik: apakah ilmu sastra yang saya dapatkan berguna bagi orang banyak ataukah pengetahuan yang susah payah saya peroleh sebetulnya kurang penting?

Pertanyaan tersebut hadir tatkala saya menyadari peran anak muda dalam menentukan arah pembangunan negeri kita. Anak muda yang sudah diberi kesempatan mencicipi pendidikan di luar Indonesia kerap dituntut “membalas budi” dengan menggunakan ilmu mereka untuk turut mencerdaskan bangsa.

Apa yang bisa saya sumbangkan sebagai lulusan ilmu sastra mengingat ilmu saya berbeda dengan, katakanlah, ilmu lulusan jurusan kedokteran yang memungkinkan si empunya ilmu mengobati penyakit menular atau insinyur yang akan merancang bangunan megah? 

Selama kurang lebih dua setengah bulan, saya berjibaku dengan pikiran yang tidak tenang, hingga saya mengurai kembali benang simpul sembari menata ulang cara pikir saya. Alih-alih menanyakan apakah ilmu saya bermanfaat atau tidak, sekarang saya bertanya pada diri sendiri apa yang sejatinya telah saya pelajari dan bagaimana pelajaran tersebut membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik. Berangkat dari titik itu, pertanyaan tambahan saya menjadi sebagai berikut: jika saya memang berhasil menjadi pribadi yang baik, bagaimana caranya saya membantu sesama manusia ke arah kebaikan juga? Lantas, apakah manusia yang baik menjamin negara mereka akan membaik pula?

Jawaban atas pertanyaan tersebut tidaklah hitam dan putih, melainkan penuh dengan aneka warna yang harus kita tafsirkan sendiri seperti kita menyimpulkan sendiri pesan sebuah cerita. Namun demikian, beberapa poin refleksi di bawah ini mungkin bisa mewakili opini saya seputar sumbangsih ilmu sastra dalam mencetak insan yang peduli satu sama lain dan, besar harapan saya, peduli pada bangsa mereka dan pada dunia luas.

Nefertiti dan teman-teman sesama mahasiswa East Carolina University makan malam di restoran Meksiko di Greenville, NC. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
  1. Memahami Sastra Berarti Memahami Cara Berpikir Kritis

Salah satu pelajaran berharga yang ditanamkan oleh para dosen saya di East Carolina adalah kita tidak bisa menghakimi suatu keputusan atau suatu tindakan sampai kita menelusuri seluk-beluk dan konteks yang membentuk jalan pikiran tokoh-tokoh yang memutuskan sesuatu yang kita hakimi itu. Pelajaran tersebut saya rasa bisa diterapkan tidak hanya untuk analisis unsur intrinsik dan ekstrinsik karya fiksi atau studi banding watak sastra saja, tetapi juga diterapkan ke kehidupan kita sehari-hari.

Seberapa sering kita membuat konflik antar manusia bertambah buruk karena kita main hakim sendiri sebelum kita mengetahui fakta yang mendasari munculnya konflik yang dimaksud? Seberapa sering kita menaruh prasangka tanpa menyelami sebab musabab utama kita bertengkar dan berselisih paham?

Memang tak bisa kita sangkal bahwa ada konflik yang terlalu besar dan memakan waktu. Isu politik identitas yang mengurat akar, misalnya, sulit diselesaikan dalam tempo yang relatif singkat. Saya tidak berniat mengajak pembaca untuk terlalu menyederhanakan atau mengesampingkan isu-isu yang rumit dan pelik, namun saya percaya kemampuan untuk menangguhkan penghakiman (setidaknya sampai kita yakin duduk perkara suatu masalah) adalah kemampuan krusial yang dapat kita pakai untuk mencegah bertambah parahnya konflik antar pribadi dan antar golongan.

Satu di antara banyak buku yang saya baca di bangku perkuliahan sastra mengangkat tema konflik antar golongan ini. The God of Small Things oleh Arundhati Roy menceritakan sejarah perselisihan dua kasta di India, yaitu vaishya dan paravan. Jika menelisik tradisi hierarki kasta di negara Asia Selatan tersebut, ada masa ketika seorang vaishya tidak diizinkan jatuh cinta pada seorang paravan yang notabene datang dari kasta terendah dan terpinggirkan (dosen saya memakai istilah subaltern untuk menyebut tipe marjinalisasi ini). Arundhati Roy dalam kisah karangannya mempertanyakan apa jadinya bila ada yang berani melintasi batasan itu dan menganggap sekat-sekat yang ada bukan sebagai peraturan yang harus dituruti tetapi penghalang yang harus dihilangkan. Kisah pasangan gelap tadi tidak berakhir bahagia, namun dari cerita mereka saya belajar bahwa terkadang kita terlalu berfokus pada apa yang membedakan kita dan lupa pada dasarnya kita semua tetaplah manusia. Cerita tadi memang mengambil latar di India, khususnya di Kerala, namun terasa relevan dengan kondisi di Indonesia mengingat negara kita pun belum sepenuhnya terbebas dari bermacam konflik berbau kekerasan atas nama suku, ras, dan agama. Sudah saatnya kita berpegang kembali pada peribahasa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. 

Nefertiti berfoto bersama mahasiswa lain yang juga merayakan kelulusan di pertengahan tahun 2023. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
  1. Apresiasi Sastra Bisa Membawa Kita Pada Apresiasi Terhadap Keragaman

Poin kedua ini masih berhubungan erat dengan poin di atas. Sejak kecil, kita diajari semboyan “bhineka tunggal ika”, namun sudah seberapa jauh kita memaknai semboyan itu? Karya sastra seringkali merepresentasikan keadaan dan realitas hidup masyarakat tempat pengarang tinggal, secara tersirat dan tersurat. Dengan membaca karya sastra tulisan pengarang dari berbagai kelompok etnis, agama, dan asal muasal, kita akan terlatih untuk menempatkan diri sebagai saudara dan bukan pesaing orang-orang yang berbeda dengan kita. Setelah kita benar-benar mampu melihat perbedaan sebagai alat pemersatu dan bukan alat perpecahan, kita seharusnya semakin mampu menjaga hubungan baik dengan macam-macam orang dan ini artinya kita bisa meminimalisir kerusuhan dan keributan yang berpotensi mengancam kedaulatan negara.

Di semester kedua perkuliahan, saya membaca buku karangan Fatima Mernissi yang berjudul Dreams of Trespasses: Tales of A Harem Girlhood. Berlatar Moroko di tahun 1950an sebelum kemerdekaannya dari Perancis, buku itu mengisahkan kehidupan seorang gadis kecil bangsawan dan keluarga besarnya yang tinggal di sebuah perumahan mewah. Diceritakan bahwa gadis itu dan keluarganya turun temurun memeluk Islam. Sampai sini mungkin pembaca akan bertanya “oke, jadi apa yang menarik?” dan jawabannya adalah keluarga sang gadis, terutama para perempuan dari generasi yang lebih tua darinya, berseteru soal bagaimana seharusnya seorang Muslim bertindak. Ada dua kubu di satu rumah besar: satu kubu mendukung penafsiran Islam yang berpihak pada paham feminisme sementara kubu lain kurang mendukung pergerakan wanita feminis. Terjepit di antara dua sisi yang berseberangan, gadis kecil itu cukup bijaksana untuk mau menampung perspektif yang saling kontradiktif dan, alih-alih menyudutkan pihak tertentu, dia tumbuh dewasa menjadi wanita yang mencari titik tengah. Saya rasa cerita gadis kecil di atas cukup relevan untuk menjadi bahan refleksi kita di Indonesia juga: bisakah kita membuka pikiran dan menjadi pihak yang bukan hanya mau didengarkan tapi juga berlapang hati untuk mendengarkan? 

  1. Belajar Karya Sastra Memperluas Khazanah Global

Saya menuliskan poin nomor tiga ini dengan satu catatan: jangan batasi bacaan kita. Semakin kita terbuka pada karya sastra dari segala penjuru dunia, semakin kita mendekati profil warga dunia yang ideal: bangga pada nilai-nilai luhur bangsa sendiri tanpa menjatuhkan, mengerdilkan, atau menjelekkan kebiasaan dan adat istiadat bangsa lain. Dunia terus berubah dan kita ditantang untuk bisa membaur dengan siapa saja tanpa memandang warna kulit dan bahasa. Jika kita sudah terlatih bertenggang rasa dengan sesama orang Indonesia, maka sepatutnya kita juga melatih diri bertenggang rasa dengan warga internasional. Membaca karya sastra yang beragam bisa menjadi titik awal latihan kita.

Berfoto di tangga gedung unit kegiatan mahasiswa East Carolina University. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
  1. Mencermati Karya Sastra Berarti Mencermati Logika Berkomunikasi

 Mendalami ilmu sastra tidak lengkap tanpa mendalami pula ilmu menulis dengan terorganisir dan efektif. Saat kita ingin berargumentasi tentang inti dari suatu cerita, misalnya, kita harus menyampaikan argumen kita dengan jelas dan tertata. 

Jika kita terbiasa berlogika dengan baik, kita juga akan terbiasa berkomunikasi dengan lancar. Kelancaran komunikasi tentunya menjadi syarat menjalin kerjasama yang erat dengan komunitas sekitar kita dan juga komunitas internasional, bukan?

Pada akhirnya, saya yakin ilmu sastra yang saya punya tidak akan sia-sia. Memang betul ilmu saya bukanlah ilmu yang bisa mengantarkan saya menciptakan vaksin terbaru atau mendesain mobil hemat energi, namun ilmu sastra tetaplah diperlukan bila kita ingin menjadi manusia yang tahu bagaimana merawat dan memelihara relasi dengan manusia lain. Saya yakin apapun ilmu yang kalian pilih untuk pelajari di bangku perkuliahan pasti bisa kalian gunakan untuk kepentingan bersama, tinggal kalian mau atau tidak bersumbangsih dan berbagi.

Nefertiti menerima sertifikat penghargaan untuk prestasi di bidang komunikasi dari organisasi kepemimpinan mahasiswa di kampus. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Meraih Impian Kuliah S3 di UK : Persiapan Mantap bersama Program PhD Bootcamp Indonesia Mengglobal

$
0
0

Menjalani studi doktor (S3) tentu memerlukan persiapan. Program S3 akan menggali lebih dalam pengetahuan, kemampuan dan berbagai soft skill. Mahasiswa belajar secara mandiri mengevaluasi dan menganalisis area tertentu dalam penelitian. Selain itu, tanggung jawab dan peran seorang lulusan doktor juga akan semakin besar dalam riset dunia pendidikan. Persiapan perlu dilakukan jauh sebelum mengambil keputusan untuk melanjutkan studi S3, bahkan akan lebih baik jika mengikuti program pelatihan studi doktor sebelum menjalani perkuliahan seperti yang dilakukan Novelita. Mengikuti program pra-doktoral dari Pemerintah kemudian berkontribusi dalam PhD Bootcamp yang diadakan oleh Indonesia Mengglobal membuatnya semakin siap berkuliah S3 di University of Sheffield, UK.

Ingin tau apa saja persiapan yang dilakukan Novelita sebelum berkuliah gelar PhD? Yuk cari tau selengkapnya pada artikel di bawah.

***

S3 dan Karir di Indonesia

Jenjang pendidikan seseorang sering kali dikaitkan dengan karir. Semakin tinggi jenjang pendidikan tersebut, biasanya semakin spesifik karier yang akan atau sedang dijalani. Di Indonesia, seseorang dengan gelar doktor erat kaitannya dengan bidang akademik, entah berkarir menjadi dosen atau peneliti. Sudah sering kita dengar pertanyaan berseliweran di masyarakat “Sudah S3? Oh berarti sekarang bekerja sebagai dosen ya?”

Skill yang dimiliki lulusan S3 identik dengan kemampuan meneliti dan analisis mendalam. Hal ini sebetulnya dibutuhkan oleh profesi manapun. Namun kemampuan tersebut sangat esensial untuk seorang dosen karena menjadi kewajiban tri-dharma perguruan tinggi. Berbicara tentang dosen, statistik dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) tahun 2021 menyatakan terdapat 320 ribu dosen dan baru sekitar 18% dari total yang berpendidikan Doktor. Persentase dosen dengan gelar doktor bisa dibilang kecil jika dibandingkan dengan dosen lulusan Magister, yaitu hampir 75%.

Selain itu, dilihat dari lamanya waktu tempuh pendidikan, umumnya S3 butuh minimal 3 tahun sampai akhirnya disematkan gelar doktor. Hal ini berarti orang tersebut butuh komitmen tinggi serta kejelian dalam tahapan risetnya sehingga orisinalitas penelitian tetap terjaga.

Dukungan Pemerintah melalui Program Persiapan Doktor Luar Negeri

Berdasarkan kondisi di atas, lalu ditambah dengan tingginya kebutuhan dosen berjenjang S3 di Indonesia, perlu ada dukungan yang diberikan kepada teman-teman yang mulai menyiapkan S3. Setiap tahun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud) rutin mengadakan program beasiswa untuk persiapan dosen yang akan S3 di Luar Negeri untuk para dosen. Program tersebut bervariasi, mulai dari 1) Talent Scouting sebagai pendampingan proposal riset, 2) Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris, dan 3) Bridging Course sebagai first-hand experience program doktor di perguruan tinggi Luar Negeri. Umumnya panggilan peserta mulai dilakukan sekitar April. Pengumuman pendaftaran dapat terus dipantau di situs resmi Kemdikbud.

Novelita bersama peserta Bridging Course setelah selesai salah satu sesi kelas dengan Tutor
Novelita bersama peserta Bridging Course setelah selesai salah satu sesi kelas dengan Tutor

Saya dapat kesempatan mengikuti Bridging Course (BC) 2022 bersama 13 dosen dari berbagai perguruan tinggi. Kami ditempatkan di University of Sheffield selama 2 bulan untuk mencari potential supervisor dan diharapkan dapat melanjutkan studi. Kelebihan program BC adalah kami 1) menemui langsung beberapa calon supervisor untuk berdiskusi riset proposal, 2) melihat sarana dan prasarana kampus, serta yang paling penting yaitu 3) melakukan interaksi sesama mahasiswa calon doktor agar kesehatan mental tetap terjaga selama menjalani studi.

Lessons learnt selama Bridging Course

Pelajaran penting dari program Bridging Course (BC) sebagai modal persiapan S3:

1)      Identifikasi diri sendiri

Ada semacam lembar self-assessment yang harus diisi oleh peserta BC saat awal pertemuan. Bertujuan untuk identifikasi level kemampuan diri yang dimiliki saat ini terkait kesiapan S3. Pengecekan ini untuk pegangan dan diharapkan saat studi level tersebut akan meningkat. Sejatinya menjalani PhD adalah training untuk diri sendiri menjadi peneliti dengan kemampuan yang memenuhi etika akademik.

Sesi setelah presentasi poster dan dihadiri oleh perwakilan Kemendikbud saat kunjungan ke University of Sheffield

2)      Kriteria supervisor

Selama studi, interaksi akan dilakukan secara intensif dengan supervisor. Maka, penting untuk menuliskan kriteria apa saja yang diharapkan ada pada supervisor. Dari berbagai kriteria impian tersebut, kami melakukan refleksi untuk menentukan kriteria yang realistis sehingga diperoleh a good sign that he/she will be my future supervisor. Supervisor juga perlu diposisikan sebagai kolega agar penyampaian informasi menjadi lebih nyaman. Terlebih, perbedaan kultur dan bahasa akan cukup banyak memengaruhi bagaimana sesi bimbingan berlangsung.

3)      Ketertarikan pada bidang riset

Menariknya, kami mulai menghubungi supervisor bukan dengan langsung memberikan proposal riset. Namun kami perlu bercerita tentang research interest sesederhana mungkin kemudian mengerucut ke rencana riset. Setelah itu, calon supervisor akan memberikan masukan yang jika cocok dengan research interest kita, maka akan dilanjutkan dengan proposal riset.

Novelita praktik elevator pitch menerangkan gambaran riset dan menjelaskan makna dari gambar dalam sebuah jurnal

PhD Bootcamp dari tahun ke tahun

Selama program BC berlangsung, saya juga aktif di Indonesia Mengglobal dan saat itu sedang persiapan PhD Bootcamp. Salah satu program tahunan IM ini telah berlangsung sejak 2020, termasuk evaluasi dan monitoring yang juga dilakukan secara berkala terkait pembaharuan kurikulum. Kedua kegiatan tersebut bertujuan agar setiap konten yang diberikan dapat mengakomodasi kebutuhan esensial calon mahasiswa PhD. 

Pengalaman yang saya peroleh dari program Pemerintah ditambah dengan diskusi intensif bersama anggota tim IM yang juga sedang studi S3 dari berbagai benua (Asia, US, UK, Australia, dan Eropa), akhirnya kurikulum dapat difinalisasi. Harus diakui bahwa program BC Kemendikbud saat ini memang terbatas untuk dosen, sehingga diharapkan PhD Bootcamp dapat menjadi alternatif program yang dapat diikuti oleh siapapun untuk persiapan S3 ke Luar Negeri. 

Saya pribadi beruntung dapat terjun langsung dalam pembaruan konsep dan kurikulum PhD bootcamp. Mengamati progress dari tahun-tahun sebelumnya serta keberlangsungan program PhD Bootcamp di tahun 2022, saya terinspirasi dari semangat peserta dan keseriusan Coach yang telah berkomitmen untuk sharing terlepas dari perbedaan waktu yang signifikan, karena lokasi studi jauh dari Indonesia. Hal ini membuat saya semakin mantap untuk segera melanjutkan studi dalam waktu dekat.

PhD Bootcamp Indonesia Mengglobal 2023

Tahun ini, PhD Bootcamp kembali dibuka dengan beberapa optimasi dan akan dilaksanakan secara intensif selama 5 minggu (November-Desember). PhD Bootcamp juga diisi dengan sesi pendampingan peserta oleh Coach berdasarkan keserumpunan topik riset dan negara tujuan.

Kegiatan per minggu akan difokuskan pada webinar dan workshop PhD Bootcamp Indonesia Mengglobal:

1.       Proposal riset

Pengajuan riset yang mencakup beberapa aspek penting seperti relevansi dan kebaruan riset sebagai gambaran penelitian calon mahasiswa.

2.       Komunikasi kepada calon supervisor

Informasi awal dari calon mahasiswa kepada supervisor melalui email, sebagai platform umum yang digunakan dalam komunikasi.

3.       CV akademik

Penulisan CV akademik yang relevan dengan topik riset.

4.       Tipe PhD dan sumber dana potensial

Macam-macam sumber dana PhD dari berbagai negara yang dapat diakses oleh calon mahasiswa.

Periode pendaftaran telah dibuka baik untuk peserta dan Coach dari tanggal 17 September sampai dengan 1 Oktober 2023, pukul 23:59 WIB.

Masing-masing formulir dapat diakses melalui tautan berikut:

Partisipan: bit.ly/IMPhD23

Coach: bit.ly/IMCoach23

Tentang Syukur: Refleksi Perjalanan Menuju Selandia Baru Sebagai Perempuan Muslim

$
0
0

Perjalanan ke luar negeri terkadang penuh dengan tantangan dan kejutan. Berikut kisah menarik Dewi Anggraeni yang penuh tantangan dan kejutan saat studi di Negeri Kiwi.

  • Awal Mula
  • Di tahun pertama sebagai ko-asisten (koas) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), aku mengalami kegalauan mengenai jalur kehidupan yang akan aku tempuh setelah lulus menjadi dokter umum. Aku tertarik untuk mengejar karier dan lanjut studi di kedokteran untuk menebar manfaat lebih luas, tapi aku juga ingin hadir dalam perjalanan tumbuh kembang anak-anakku. Banyak sekali cita-citaku hingga aku tidak yakin apakah aku dapat adil menjalani seluruh peran. Muncul pertanyaan dalam diriku, bagaimana sesungguhnya agama yang aku anut, Islam, mengatur hal ini? 

    Qadarullah, aku menemukan hadits yang menjawab segala kegalauan tentang peran perempuan dalam kehidupan berdasarkan sudut pandang Islam ketika membaca buku “Wanita Berkarir Surga” oleh Felix Y. Siauw dan Tim Dakwah @hijabalila.

    “Setiap kalian adalah orang yang bertanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya. … Seorang wanita bertanggung jawab terhadap urusan di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya” (HR. Bukhari 893, Muslim 1829).

    “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

    Orientation Day di Faculty of Medical and Health Sciences. Sumber: Dokumentasi pribadi

    Hadits ini tidak menyebutkan bahwa sebagai perempuan, aku hanya boleh mengurus rumah tangga. Tetapi, perempuan justru dituntut untuk dapat memaksimalkan potensi dirinya dengan tidak melupakan kewajiban utamanya (terutama setelah menikah), yaitu mengurus rumah tangga. Ada banyak wanita-wanita Muslim terdahulu yang aktif bermasyarakat selagi memenuhi kewajibannya mengurus rumah tangga, seperti Khadijah ra. yang terkenal sebagai pebisnis handal, Aisyah ra. yang terus mengajarkan hadits, dan Fatimah Al-Fihri yang mendirikan salah satu universitas tertua di dunia.

    Satu hal yang perlu digarisbawahi dari hadits dan sosok-sosok hebat di atas adalah: mereka semua terus menerus menimba ilmu dan cerdas. Menyadari hal ini, aku merasa perlu melanjutkan studi ke jenjang berikutnya. Sekolah bukan hanya perihal menambah ilmu, tetapi mengasah kemampuan menganalisis dan menyelesaikan masalah, serta manajemen waktu. Sekolah membantuku untuk menjadi sosok perempuan yang cerdas, kreatif, dan bermanfaat untuk agama dan masyarakat. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah aku harus belajar apa?

    Road trip di Lake Taupō, Taupō, Selandia Baru Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Merefleksikan semua hal di atas, aku belajar bahwa ketika menyusun rencana studi lanjut, selain minat, aku harus mempertimbangkan apakah ilmu yang akan kupelajari itu menambah keimananku, membantu memenuhi kewajibanku sebagai anak, istri, dan ibu di masa depan, serta mendorongku untuk menyebar manfaat lebih luas ke masyarakat. Sebagai seorang dokter yang tertarik dengan pendidikan, aku melihat bidang Ilmu Pendidikan Kedokteran mengakomodasi semua hal tersebut. Di bidang Ilmu Pendidikan Kedokteran, aku belajar bagaimana menyusun kurikulum, menyusun kegiatan belajar-mengajar, rencana asesmen, dan penelitian di pendidikan kedokteran agar melahirkan dokter-dokter terbaik bangsa. Ilmu ini juga bukan hanya bermanfaat dalam mendidik calon dokter, tetapi juga untuk mendidik anak-anakku kelak. Oleh karena semua hal ini, aku mantap melanjutkan studi di bidang Ilmu Pendidikan Kedokteran.

    • Kuliah S2 di Selandia Baru

    Setelah riset sana-sini, hatiku terpaut untuk S2 di Selandia Baru, negara yang terkenal aman, ramah, dan inklusif. Selain mata kuliah yang sesuai dengan minatku, Master of Clinical Education di University of Auckland, Selandia Baru menawarkan kesempatan bertemu dan berdiskusi dengan para ahli di bidang Ilmu Pendidikan Kedokteran. Aku pun mulai memproses pendaftaran universitas dan beasiswa. Alhamdulillah, aku mendapat kesempatan untuk studi di Selandia Baru hingga 2024 akhir nanti menggunakan beasiswa LPDP.

    Road trip bersama postgraduate students saat winter break di Lake Taupō, Taupō, Selandia Baru
    Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Setelah riset sana-sini, hatiku terpaut untuk S2 di Selandia Baru, negara yang terkenal aman, ramah, dan inklusif. Selain mata kuliah yang sesuai dengan minatku, Master of Clinical Education di University of Auckland, Selandia Baru menawarkan kesempatan bertemu dan berdiskusi dengan para ahli di bidang Ilmu Pendidikan Kedokteran. Aku pun mulai memproses pendaftaran universitas dan beasiswa. Alhamdulillah, aku mendapat kesempatan untuk studi di Selandia Baru hingga 2024 akhir nanti menggunakan beasiswa LPDP.

    Saat persiapan kepindahan ke Selandia Baru, aku banyak membaca artikel dari mahasiswa-mahasiswa yang telah lebih dahulu tinggal di negeri kiwi ini. Ada banyak sekali tulisan yang menceritakan bahwa negara ini sangat indah dan nyaman ditinggali sehingga membuatku tidak sabar untuk segera menjalani kehidupan di Selandia Baru.

    Selang satu-dua bulan tinggal di Selandia Baru, ternyata ada beberapa hal yang berbeda dengan ekspektasi. Aku merasa sebagian besar artikel yang ku baca hanya fokus pada kelebihan tinggal di negara ini, padahal ada juga hal-hal yang membuatku kurang nyaman. Hal yang paling kecil saja misalnya toilet di sini menggunakan tisu, sedangkan aku terbiasa menggunakan jet shower. Ketika berbelanja di toko, aku menghabiskan banyak waktu untuk memeriksa komposisi makanan karena jarang sekali ada produk yang menyantumkan label halal di kemasannya. Toko-toko di Selandia Baru biasanya sudah tutup pukul 6 sore, berbeda sekali dengan toko-toko di Indonesia yang biasanya setelah pukul 6 sore baru ramai.

    Road trip bersama flatmates dan beberapa international students saat winter break di Egmont National Park, Selandia Baru. Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Hal lain yang paling terasa tidak nyaman untukku adalah jauh dari suami dan keluarga. Saat awal pindah ke Selandia Baru, usia pernikahanku baru sembilan bulan. Menjalani Long Distance Marriage (LDM) di usia seumur jagung menghadirkan berbagai tantangan, terutama miskomunikasi. Aku dan suami berusaha untuk bertukar kabar setiap harinya melalui video call dan chat, namun beberapa kali menemukan perbedaan pendapat. Rasa rindu yang terus terbendung terkadang memperunyam konflik yang ada.

    Ketika rindu mendera, saya sempat berkonsultasi dengan orang tua kami dan muthawif (pemandu) saat umrah Januari 2023 lalu. Islam mengajarkan bahwa suami-istri sebaiknya tidak berpisah lebih dari enam bulan agar hak suami-istri, seperti nafkah batin, masing-masing terpenuhi dan menjauhkan dari keburukan (Kasyaf al-Qana’, 5/193). Setelah mengetahui hal ini, kami berusaha untuk mengunjungi satu sama lain bila ada rezeki dan waktunya. Kami juga berusaha agar lebih intens berkomunikasi serta tidak mengasumsikan pikiran satu sama lain. Tak lupa, kami juga berusaha untuk fokus pada hal-hal positif agar lebih banyak bersyukur, misalnya mengucap syukur karena memiliki kuota internet dan gawai yang memungkinkan untuk video call, daripada berfokus pada jauhnya jarak Indonesia-Selandia Baru yang hanya menambah rasa sedih.

    Dinner date dengan suami di Chamate, restoran chinese food halal di Auckland ketika suami berkunjung ke Auckland. Sumber: Dokumentasi pribadi
    • Kehidupan di Selandia Baru sebagai Perempuan Muslim

    Terlepas dari segala ketidaknyamanan tinggal di Aotearoa (bahasa Maori untuk Selandia Baru, artinya “Tanah Berawan Putih Panjang”), aku sangat bersyukur memilih negara ini dan University of Auckland (UoA) sebagai tujuan studi S2. Hal pertama yang paling ku syukuri adalah universitas yang sangat menerima muslim. Tempat shalat atau prayer room disediakan secara layak oleh universitas dan lokasinya terjangkau dari area kampus. Di fakultasku, Faculty of Medical and Health Science (FMHS), tempat shalatnya berada di satu bangunan sendiri sehingga area shalatnya sangat luas dan nyaman.

    Selama studi, aku tinggal di UoA student dorm bersama tiga mahasiswa perempuan non-muslim, non-Indonesia. Mereka sangat menghargai kebutuhanku sebagai Muslim, seperti keinginanku  menaruh peralatan masak dan makanku di tempat terpisah serta pakaianku yang hampir selalu gamis tertutup dan kerudung panjang. Mereka juga tak ragu untuk bertanya tentang Islam karena belum paham dan ingin memahami kebutuhanku lebih jauh, seperti “mengapa kamu harus memakai kerudung?”, “mengapa kamu shalat lima waktu?”, dan “mengapa kamu hanya makan-makanan yang halal?”. Pertanyaan-pertanyaan kritis ini lah yang mendorongku untuk memahami lebih jauh tentang Islam dan makna ibadah yang selama ini kukerjakan.

    Prayer room di FMHS, Grafton, Auckland, NZ. Sumber: Dokumentasi pribadi

    Satu hal yang paling membuatku tersentuh hidup di Auckland sebagai perempuan muslim berkerudung adalah banyak orang yang tiba-tiba tersenyum atau menganggukkan kepala dan mengucapkan salam (“Assalamu’alaykum”, artinya “semoga keselamatan terlimpah kepadamu”) kepadaku ketika di tempat umum, seperti di kereta, di supermarket, atau di jalan menuju kampus. Aku baru memahami makna QS. Al Ahzab 59, yaitu perempuan muslim diperintah oleh Allah swt. untuk memakai kerudung agar mudah dikenali dan tidak diganggu. Orang lain yang melihatku memakai kerudung langsung mengetahui bahwa aku adalah seorang Muslim dan segera mendoakan kebaikanku dengan mengucap salam.

    • Sehijau Apapun Tanah Rantau, yang Dirindu Tanah Air Jua

    Terlepas dari hal-hal positif yang dirasa selama di Selandia Baru, aku tetap merindukan beberapa aspek kehidupan di Indonesia. Aku merindukan suami dan keluargaku di Indonesia. Rasanya hidup tak lengkap bila tak berbagi kenangan dan menghabiskan waktu bersama. Aku juga merindukan ramahnya orang-orang Indonesia. Orang-orang yang mengucapkan terima kasih dengan senyuman dan anggukan sedikit, menunjukkan kerendah-hatian masyarakat Indonesia. Aku merindukan menu tradisional yang kaya rasa dan penuh bumbu. Aku merindukan betapa mudahnya online shopping di Indonesia. Barang pesanan bisa sampai hanya selang satu hari dari waktu pemesanan. Aku merindukan suara adzan yang terdengar setiap lima waktu.

    Puncak Mt Ruapehu, NZ – Winter Break. Sumber : Dokumentasi Pribadi

    Yang paling aku rindukan dari semuanya adalah kemudahan untuk shalat ketika berjalan-jalan karena tempat shalat yang mudah dijangkau. Aku merasa kemudahan menjalankan agama Islam di Indonesia adalah suatu hal yang sangat taken for granted. Rasanya dulu aku sering kurang bersyukur ketika dapat shalat di pusat perbelanjaan. Setelah aku tinggal di Auckland, aku merasakan sekali bahwa itu adalah nikmat yang sangat besar, untuk dapat berjalan-jalan tanpa perlu mengkhawatirkan tempat shalat.

    • Epilog

    Pada akhirnya, mau di mana pun kaki berpijak, syukur harus banyak diungkapkan. Tidak ada tempat yang sempurna di dunia ini, pasti aku akan selalu menemukan sisi positif dan negatifnya, kelebihan dan kelemahannya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memupuk rasa syukur di mana pun dan apa pun rezeki yang diperoleh. Penting sekali untuk banyak berdoa dan meluruskan niat sekolah agar apa yang dicita-citakan tidak hanya memberi manfaat di dunia, tapi juga menjadi bekal untuk kehidupan yang kekal di akhirat.


    Profil Dewi Anggraeni

    Dewi Anggraeni Kusumoningrum adalah seorang dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2014. Perempuan kelahiran Bogor ini memiliki hobi membaca dan menggambar. Saat ini Dewi tengah menyelesaikan study Master of Clinical Education di University of Auckland, Selandia Baru dengan beasiswa LPDP.

    Pengalaman Studi S1 di Ujung Negara Malaysia – Universiti Utara Malaysia

    $
    0
    0

    Melati Budi Lestari Ningrum, ialah nama yang diberikan pada 30 Agustus 2002 saat seorang bayi perempuan lahir. Bayi mungil itu terlahir dari keluarga sederhana. Namun orang tuanya selalu berusaha mencukupkan kebutuhannya terutama pendidikannya. Agar kelak bisa memiliki nasib yang lebih baik dari mereka. 

    Bayi itu adalah aku, yang kini baru saja beranjak ke umur 21 tahun. Kini, aku sedang menempuh pendidikan formal untuk gelar Bachelor of Finance di Universiti Utara Malaysia, sebuah universitas nan jauh di negeri jiran. Tepatnya terletak di perbatasan Malaysia dan Thailand. 

    Kehidupanku Sebelum Merantau dan Darimana Aku Berasal

    Teman-temanku biasa memanggilku Mel atau Melati. Aku berasal dari Kota Cirebon, sebuah kota kecil di perbatasan provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kedua orang tuaku ialah perantau dari daerah lain yang memilih bermukim di Cirebon karena terbilang jauh dari hiruk pikuk suasana kota besar. Aku sempat berpindah kota karena ikut ayah bertugas. Namun akhirnya Cirebon menjadi kota keluarga kami bersinggah hingga tamat Sekolah Menengah Atas.

    Aku menamatkan sekolah menengah di SMAN 2 Kota Cirebon, dengan peminatan di jurusan Matematika dan IPA (MIPA). Sebuah SMA rujukan dan favorit di kotaku. Di sini aku bertemu dengan teman-temanku yang pintar dari berbagai kalangan dan latar belakang beragam, yang saling membaur satu sama lain. Walaupun lingkungan yang sangat kompetitif, d isisi lain, aku sangat merasakan lingkungan yang benar-benar supportive.. Beberapa orang menganggap lingkungan pertemanan di sekolah ini terlihat individualis karena jarang berkumpul atau berkegiatan bersama. Namun faktanya ialah mereka sibuk memperjuangkan cita-cita untuk apa yang ingin diraih.

    Ucapan bangga tak terhingga dariku kepada teman-teman yang kini sedang mencoba peruntungan di dalam atau di luar negeri, semoga kita semua selalu bersinar. Aku sangat yakin banyak orang hebat dari daerahku. Aku berharap suatu saat teman-teman tidak akan lupa akan daerah kita. Untuk membangun atau berkontribusi, pada Cirebon.

    Bagaimana Dapat Berkuliah di Malaysia

    Aku yang beranjak remaja berminat untuk melanjutkan sekolah dengan jurusan teknik telah diterima di tiga kampus di Indonesia. Aku juga sangat penasaran rasanya merantau ke tempat yang jauh. Bermimpi belajar ke negaranya Albert Einstein belajar. Karena disana aku banyak mendengar dan membaca banyak penemuan modern dan kemajuan dalam bidang teknologinya. Namun, takdir berkata lain, kedua orang tua belum siap melepas anak 18 tahun tersebut ke negeri orang yang sangat jauh dan melewati beberapa samudera. Dengan beberapa pertimbangan jurusan, berakhir keputusan untuk kuliah di Malaysia dengan jurusan keuangan.

    Alasan Memilih Universiti Utara Malaysia

    Malaysia adalah negara ketiga tujuan favorit orang Indonesia untuk berkuliah, setelah Australia dan Amerika. Setelah melakukan riset, aku memutuskan memilih Universiti Utara Malaysia dengan beberapa pertimbangan, yaitu jarak yang tidak terlalu jauh dan sistem pendidikan yang bagus. Terutama akreditasi AACSB—The Association to Advance Collegiate Schools of Business, yaitu akreditasi yang hanya dimiliki sekolah bisnis dengan standar kualitas terbaik dari seluruh dunia. Lulusan kampus dengan jurusan yang memiliki akreditas ini umumnya dapat bekerja di negara manapun.

    Akreditasi Universiti Utara Malaysia. Source of picture: https://uum.edu.my/
    Akreditasi Universiti Utara Malaysia. Source of picture: https://uum.edu.my/

    Ranking Universiti Utara Malaysia

    Menurut data dari Times Higher Education tahun 2023, Universiti Utara Malaysia menempati peringkat kedua di Malaysia dan urutan ke-401-500 di peringkat dunia. Baru didirikan pada 1984, UUM masuk di urutan ke-95 terbaik di antara universitas muda lainnya di seluruh dunia.

    Terletak di Perbatasan Malaysia dan Thailand

    Lokasi UUM berada di District Kubang Pasu, Sintok, Negara Bagian Kedah, sangat dekat sekali dengan border immigration Dannok Thailand. Hanya perlu memakan waktu 20 menit saja naik sapu untuk sampai di border. Tidak jarang, ketika sedang mengantri di imigrasi, sering kali bertemu dengan sesama orang Indonesia yang juga ingin berwisata ke Thailand. Biasanya mereka ialah WNI (Warga Negara Indonesia) yang menetap di Malaysia untuk sekolah, bekerja, ataupun sedang berlibur di Malaysia.

    Sumber Biaya Kuliah

    Untuk biaya kuliah (tuition fee), pemerintah Malaysia maupun pihak universitas tidak menyediakan beasiswa untuk mahasiswa program Bachelor (Strata-1), dengan kata lain, aku mengenyam studi melalui self funded (biaya pribadi/dari orang tua). 

    Biaya satu semester tentunya berbeda, tergantung jurusan yang kita ambil, untuk informasi lebih lanjut mengenai tuition fee, admission, dan lainnya dapat diakses melalui link: https://uum.edu.my/admissions/application-guidelines/undergraduate-international 

    Namun, jika teman-teman berminat melanjutkan kuliah di Malaysia untuk program magister (Master’s Degree Program), terdapat kesempatan mendapat beasiswa dari Malaysian Government, Ministry of Higher Education (MoHE), dapat diakses melalui link: https://biasiswa.mohe.gov.my/INTER/index.php 

    Part-Time Job

    Part-time job atau kerja paruh waktu tersedia menjamur di kampus ini, biasanya di kafetaria, coffee shop, parcel center, kedai elektronik dan komputer. Biasanya penawaran kerja disebarkan melalui grup Facebook, WhatsApp, ataupun word of mouth. Rentang gaji beragam mulai dari RM5 hingga RM7 per jamnya. Pihak universitas sendiri memperbolehkan mahasiswanya kerja paruh waktu asalkan tidak melebihi dua puluh jam per minggunya, karena takut mengganggu konsentrasi belajar siswa.

    Lingkungan yang Global

    Indonesia adalah negara yang multikultural, terdapat ratusan etnis dan suku bangsa, sehingga menghasilkan bahasa yang berbeda, namun dipersatukan oleh bahasa Indonesia. Begitu pula dengan Malaysia yang terdiri dari tiga etnis utama, yaitu bangsa Melayu, Tiongkok, dan India. 

    Bahasa Melayu ialah bahasa resmi di Malaysia dan English sebagai bahasa kedua disini. Namun, di UUM sendiri, aku merasakan lingkungan yang lebih global, banyak murid internasional yang datang dari berbagai negara Timur Tengah, seperti dari Arab Saudi, Yaman, Aljazair, Maroko, kemudian dari Afrika seperti Nigeria, Somalia, Zimbabwe, dan juga dari Asia Timur, contohnya dari China. Karena UUM memiliki beberapa MoU (Memo of Understanding) dengan kampus dari luar negeri, sehingga terkadang kita bisa bertemu teman-teman yang datang dari Jepang, Prancis, atau negara lainnya.

    Acara di Universitas, berfoto dengan Hafidz. Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Bahasa

    Untuk dikelas, tentunya bahasa formal yang digunakan adalah bahasa Inggris karena sistem pendidikan di Malaysia adalah adaptasi dari pendidikan British. Kita diharapkan berdiskusi dan menjawab pertanyaan menggunakan bahasa Inggris, walaupun terkadang lecturer sedikit menyelipkan slang atau kata-kata dalam bahasa Melayu. Banyak orang mengira jika kuliah di Malaysia kita menjadi pandai cakap macam upin-ipin, hihihi! Bisa jadi. 

    Disini setiap ras memiliki bahasa ibu dari bangsa mereka sendiri, contohnya bangsa Melayu menggunakan bahasa Melayu, bangsa Tiongkok menggunakan Mandarin, Hokkien, atau Cantonese, sedangkan orang India menggunakan bahasa Tamil. Mereka dipersatukan dengan bahasa Melayu, ataupun alternatif lain yaitu bahasa Inggris. Namun, sebagai orang Indonesia, kita tak perlu khawatir kesulitan berkomunikasi karena bahasa Melayu dan bahasa Indonesia memiliki akar bahasa yang sama. Bahkan, aku bertemu teman-teman Malaysia yang berbicara bahasa Indonesia ketika berbicara denganku, mereka berkata paham bahasa kita karena hobi menonton sinetron, film Indonesia, mendengarkan lagu Indonesia, maupun bermain mobile legend dengan orang Indonesia. Waduuuh asyiknya… ajarkan mereka kata-kata yang baik ya! :p

    Makanan Khas yang Beragam

    Meskipun aku tipikal orang yang sangat pilih-pilih dalam hal makanan dan sangat mencintai makanan khas Indonesia, selama aku di Malaysia, aku mencoba banyak kuliner baru yang khas. Beberapa contoh dibawah ialah favoritku.

    Melayu: Nasi Lemak Ikan Bilis

    India: Nasi Kandar, Roti Canai

    Cina: Yee Mee, Sizzling, Kungfu

    Thailand: Mee Siam

    Western: Chicken chop dan Chicken grill + potato wedges

    Jangan khawatir bila teman-teman sedang rindu masakan Indonesia, di UUM telah banyak kedai yang menjual seperti ayam penyet, ayam geprek, bakso, walaupun rasanya tidak sama persis seperti di kampung, tetapi bisa sedikit mengobati rindu, ‘kan? Uuuuh sedap! :p

    Kejadian Lucu

    Ada satu kejadian lucu ketika aku sedang mengobrol dengan teman chinese di Malaysia. Mereka membahas story instagram-ku yang sedang memasak capcai. Lemudian mereka bertanya apakah capcay yang aku masak adalah capcai masakan China. Aku pun mengangguk. Dilanjut mereka bertanya, “Aren’t you moslem? Do you eat pork also?

    Aku pun terkejut dibuatnya dan tertawa. Aku menjawab bahwa capcai yang aku masak dengan teman-temanku menggunakan ayam, aku lanjut menjelaskan bahwa beberapa makanan Tiongkok di Indonesia adalah hasil akulturasi antara kebudayaan Tiongkok dan Indonesia. 

    Chicken Team. Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Ketertiban

    Beberapa hal yang aku sangat kagumi dari Malaysia salah satunya ialah jarang adanya berisik karena klakson kendaraan. Berbeda dengan di Indonesia, kenderaan di Malaysia cenderung tidak membunyikan klakson, kecuali dalam keadaan darurat. Kemudian, budaya tertib lainnya ialah mengantri. Sangat senang rasanya mengetahui kesadaran yang tinggi dan menghargai artinya menunggu disini.

    Kerapihan dan Terstruktur

    Malaysia adalah salah satu negara yang menggunakan sistem jaringan listrik bawah tanah, sehingga menambah kesan rapi dan nilai estetika suatu tempat karena tidak adanya kabel-kabel melintang yang ruwet. Hal ini juga berdampak lebih aman, karena menghindari adanya kecelakaan, konslet, ataupun vandalisme.

    Oiii Dobi, yok!”

    Aku terheran-heran saat temanku mengatakan kata-kata itu, berpikir keras apa itu dobi. Lalu ia menjelaskan bahwa dobi adalah mencuci pakaian dengan mesin dengan self-service. Berbeda dengan di Indonesia dimana jasa laundry bertebaran dan kita hanya perlu membayar dan mendapatkan kembali pakaian kita yang telah wangi, terlipat rapi, dan di plastik. 

    Di Malaysia, terdapat dua tahap dalam dobi:

    Tahap 1: Kita menukarkan uang dengan koin untuk dimasukan kedalam washing machine (mesin pencuci), biayanya ialah sekitar RM6, waktunya kurang lebih 40 menit.

    Tahap 2: Setelah mesin cuci berhenti, kita dapat memasukan baju yang basah tersebut kedalam dry machine (mesin pengering). Biayanya sekitar RM4, dengan estimasi waktu 25 menit. Untuk estimasi waktu, detailnya kembali lagi kepada berapa kg mesin yang dipilih, yaa!

    Menjadi Orang Indonesia Sendirian di Kelas

    Finance ialah salah satu jurusan yang sangat jarang diambil oleh mahasiswa Indonesia di Universiti Utara Malaysia. Mayoritas mahasiswa Indonesia mengambil program International Business (Bisnis Internasional), International Affairs (Hubungan Internasional), Entrepreneurship (Kewirausahaan), ataupun jurusan lainnya. Sehingga, total mahasiswa Indonesia di jurusan finance hanya sisa 2 orang, yaitu aku dan temanku, Faza. 

    Ada beberapa subject yang mana kita dapat tidak sekelas. Hal seperti ini membuatku dan Faza terkadang menjadi mahasiswa Indonesia satu-satunya di kelas, mengharuskan kita untuk bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan mahasiswa lokal untuk memperluas pergaulan. 

    Faza, teman asal Indonesia satu-satunya di jurusan Finance. Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Pengalaman Mengikuti Organisasi dan Aktivitas Kampus

    Menurutku, kurang rasanya bila belajar keluar negeri tanpa berinteraksi dengan orang-orang disekitar. Maka dari itu, aku mencoba aktif dengan bergabung di organisasi fakultas, Finance and Banking Sciety (FABS), walaupun saat itu masa COVID-19 dan seluruh kegiatan dilaksanakan online. Aku sangat bersyukur teman-teman lokal menerima keberadaanku dengan ramah, disana terbuka jalan dan peluang bagiku mengikuti kepanitiaan maupun aktivitas pengembangan diri, dan juga mengenal lebih banyak orang untuk koneksi yang lebih luas.

    Akhir Kata

    Terima kasih senantiasa aku ucapkan kepada orang tua, teman-teman, dan Hafidz Subhan, teman spesial yang selalu ada untuk membantu dan menemani di kala masa-masa sulit dan masa senang selama di UUM. Aku akan mengakhiri cerita-ceritaku sampai disini. Sekian secuil pengalaman kehidupanku sebagai pelajar Indonesia di Malaysia. Aku harap bermanfaat bagi teman-teman yang mencari referensi belajar ke Malaysia

    Orang tua Tercinta saat mengantar ke Bandara. Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Langkah Pertama Menuju Kesuksesan: Menyusuri Master di Inggris

    $
    0
    0

    Sebuah program pascasarjana atau gelar master di Inggris dapat diambil setelah menyelesaikan gelar sarjana. Program master di Indonesia dan negara lain bisanya berlangsung selama dua tahun. Uniknya, program master di Inggris biasanya hanya berlangsung selama satu tahun.

    Hampir seluruh kampus di Inggris merupakan institusi yang dihormati secara global karena kualitasnya yang luar biasa, dan reputasi ini memang pantas diakui. Kampus-kampus tersebut secara konsisten mengedepankan penelitian, dedikasi mereka terhadap penelitian sangat tinggi dan dilakukan dengan selalu mengutamakan integritas juga mempertahankan kualitasnya. Hal ini yang membuat mereka menduduki posisi terkemuka dalam peringkat global di bidang pendidikan dan penelitian. Pendekatan pendidikan di Inggris mendorong kreativitas dan inovasi, mempromosikan penelitian mandiri dan kerja sama, atau juga melalui tugas-tugas yang diberikan dan diskusi kelas interaktif.

    Gelar master di Inggris sangat dihargai oleh para pemberi kerja di seluruh dunia. Pasalnya, beberapa universitas di Inggris merupakan universitas terkemuka di mata dunia. Peningkatan prospek karier terbuka luas dan kualifikasi lulusan master di Inggris diakui secara Internasional. Terutama bagi mahasiswa Internasional, kemampuan berbahasa Inggris dalam diasah lebih lanjut dan praktik langsung berkomunikasi dengan native speaker sudah pasti akan didapatkan setiap harinya.

    Taught Masters VS Research Masters

    Ada dua jenis utama gelar master yang dapat didapatkan di Inggris gelar berbasis pengajaran (Taught/Coursework Masters) dan gelar berbasis penelitian (Research Masters). Gelar berbasis pengajaran dibagi menjadi empat program yaitu Master of Arts (MA), Master of Business Administrasi (MBA), Master of Science (MSc), dan Master of Engineering (Meng). Gelar berbasis pengajaran ini melibatkan kehadiran di seminar, tutorial, dan kuliah mingguan, mirip dengan gelar sarjana. Sementara itu, gelar berbasis penelitian memungkinkan mahasiswa untuk melakukan penelitian mandiri, seperti menulis tesis, di bawah bimbingan seorang akademisi atau dosen. Program yang tersedia untuk gelar berbasis penelitian ini biasanya terdiri dari Master of Philosophy (MPhil), Master of Science (MSc), dan Master of Research (MRes).

    Biaya Pendidikan

    Biaya rata-rata untuk mendapatkan gelar pascasarjana di Inggris bagi mahasiswa internasional adalah sekitar £20,000 atau setara dengan 37 juta rupiah. Biasanya, beberapa universitas akan memberi potongan harga bagi mahasiswa Internasional. Pilihan lain yang bisa dilakukan untuk mendapatkan pendidikan master gratis di Inggris adalah dengan berjuang mendapatkan beasiswa. Banyak sekali jenis beasiswa yang tersedia bagi warga Indonesia untuk bisa berkuliah di Inggris. Selain itu, biaya kuliah bervariasi tergantung pada jenis gelar master yang dipilih, lokasi di Inggris tempat mahasiswa tinggal, dan universitas yang mereka pilih.

    Program atau jurusan apa saja yang tersedia?

    1. Program Master di Bidang Bisnis dan Manajemen

    Mahasiswa akan mendapatkan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip bisnis dan praktik manajemen. Mereka mempelajari berbagai bidang seperti keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, operasional, dan strategi. Lulusan mengembangkan keterampilan kepemimpinan, berpikir kritis, dan pemecahan masalah, membuka peluang karier di bidang keuangan, pemasaran, dan kewirausahaan.

    2. Program Master di Bidang Sosial-Sains

    Program ini berfokus pada studi dan pemahaman masyarakat serta perilaku manusia. Lulusan dapat mengkhususkan diri dalam bidang-bidang yang menarik bagi mereka dalam ilmu sosial yang luas. Pilihan karier termasuk sebagai peneliti sosial, akademisi, pekerja sosial, atau konsultan

    3. Program Master di Bidang Ilmu Komputer

    Topik-topik seperti bahasa pemrograman, perkembangan terbaru dalam ilmu komputer, dan keterampilan praktis akan dipelajari secara mendalam di program ini. Lulusannya dipersiapkan untuk dapat berkarier dalam pengembangan perangkat lunak, analisis data, atau kecerdasan buatan berkat landasan yang kuat dalam ilmu komputer.

    4. Program Master di Bidang Kedokteran

    Gelar master ini ditujukan untuk dokter yang mencari pelatihan lanjutan dan spesialisasi di bidang medis tertentu seperti bedah atau penyakit dalam. Program pascasarjana ini, yang diberikan oleh sekolah kedokteran, melibatkan instruksi kelas, rotasi klinis, dan ujian. Biasanya, program ini berlangsung tiga hingga empat tahun dan penting untuk mendapatkan sertifikasi spesialis, seringkali ditempuh setelah menyelesaikan fellowship.

    5. Program Master di Bidang Teknik

    Program ini dirancang khusus untuk individu dengan gelar sarjana di bidang teknik untuk siap dalam berperan secara mandiri dan kompleks di lingkungan kerja teknis. Lulusan menemukan pekerjaan di berbagai bidang seperti  pemeliharaan, manufaktur, produksi, dan pengendalian mutu.

    Persyaratan yang perlu disiapkan

    Terdapat dua syarat utama yang perlu dipenuhi oleh mahasiswa Internasional yang berminat untuk mendaftar master di Inggris. Pertama, calon mahasiswa harus memiliki gelar sarjana terkait dengan skor minimal 60%. Kedua, kemampuan berbahasa Inggris yang diukur melalui tes seperti IELTS (skor 6-7) atau TOEFL (skor 90-110). IELTS umumnya lebih sering digunakan di Inggris. Syarat-syarat lainnya biasanya dapat dilihat di website universitas yang dituju.

    Setelah lulus, lulusan gelar master di Inggris memiliki peluang karier yang beragam, bergabung dengan perusahaan sebagai manajer proyek atau konsultan, termasuk bekerja di universitas sebagai peneliti atau dosen, bekerja di pemerintah dalam bidang kebijakan, memulai bisnis sendiri, atau bekerja di sektor keuangan, teknologi, media, seni, dan industri kreatif. Keuntungan besar yang didapatkan dengan gelar master Inggris adalah lulusannya dapat melamar kerja ke seluruh negara di dunia karena ijazahnya diakui secara internasional.

    Wah, banyak sekali ya keuntungan yang bisa didapatkan dengan menempuh pendidikan master di Inggris. Tidak diragukan lagi, dengan membaca artikel ini, kamu telah selangkah lebih maju menuju kesuksesan. Tunggu apa lagi? Persiapkan dirimu sebagai mahasiswa master di Inggris sekarang juga! Best of luck.

    Andil Generasi Muda dalam Pesta Demokrasi di Luar Negeri

    $
    0
    0

    Meskipun sedang berdomisili di luar Indonesia, bukan berarti para generasi muda tidak ikut ambil andil dalam demokrasi Indonesia. Kali ini, Yogi Saputra Mahmud (Yogi) akan bercerita tentang pengalamannya sebagai panitia Pemilu 2019 di Melbourne dan Pemilu 2024 di Perth. Selain itu, Yogi juga akan membagikan tips and trick strategi anak muda Indonesia yang sedang berkuliah di luar negeri untuk ikut berpartisipasi dalam semarak demokrasi lho!. Mari kita simak ceritanya!

    Pemilu 2024 dan Demografi Pemilih Muda

    Tahun 2024 menjadi momentum lima tahunan pesta demokrasi Republik Indonesia di mana masyarakat Indonesia memilih sosok calon pemimpin negara dan perwakilan legislatif di tingkat nasional dan regional. Menariknya, KPU RI mendata bahwa lebih dari separuh atau tepatnya 56.45% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ini termasuk ke dalam kategori Generasi Milennial dan Generasi Z, mencakup 113.622.550 pemilih.

    Dari data tersebut, terdapat 1.750.474 DPT yang berbasis di 128 negara perwakilan di luar negeri. Tentunya mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang mengenyam studi di luar negeri menjadi bagian dari kepingan pemilih tersebut.

    Sebagai bagian dari semangat Indonesia Mengglobal, saya ingin membagikan pengalaman ikut serta sebagai panitia Pemilu 2019 dan 2024 di dua kota Australia yang berbeda, Melbourne dan Perth. Artikel ini pun mengulas tiga andil utama generasi muda dalam pesta demokrasi di luar negeri dan penentuan masa depan negara ini.

    Jumlah pemilih Pemilu 2024 didominasi oleh Generasi Milenial. Sumber: Katadata

    Dua Pemilu di Dua Kota Australia

    Pada saat Pemilu 2019, saya mengikuti seleksi menjadi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) di Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Melbourne. Saat itu, saya tengah mengenyam studi jenjang Master di Monash University. Seperti namanya, KPPSLN bertugas mulai dari melayani para pemilih yang hadir ke TPS untuk memberikan hak pilihnya hingga penghitungan suara.

    Selain dari kalangan diaspora atau profesional, sejumlah mahasiswa Indonesia yang mengenyam studi di daerah Victoria pun ikut menjadi bagian dari KPPSLN Melbourne. Bahkan, empat dari enam anggota KPPSLN yang berada di dalam satu TPS dengan saya datang dari kalangan mahasiswa. Pada pelaksanaan pemungutan suara, saya bertugas sebagai ketua TPS 005 yang berkewajiban untuk koordinasi umum jalannya pemungutan suara bagi ratusan pemilih yang berbasis di TPS 005 PPLN Melbourne.

    Persiapan akhir sebelum pemungutan suara dimulai di TPS 05 PPLN Melbourne 2019. Sumber: Windu Kuntoro

    Tiga tahun berselang Pemilu 2019, saya kembali lagi ke Australia, tepatnya ke kota Perth, untuk melanjutkan studi jenjang PhD in Education di The University of Western Australia. Di awal semester kedua studi saya, terdapat pengumuman dari KJRI Perth tentang pembukaan seleksi lima anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Perth 2024.

    Alhasil waktu itu saya mengikuti pendaftaran anggota tersebut meskipun pengalaman di antara KPPSLN dan PPLN sangat jauh berbeda. Hal ini karena PPLN memiliki lingkup kerja yang lebih luas serta rentang waktu yang lebih lama mulai dari pendataan pemilih hingga pasca pelaksanaan pemungutan suara.

    Anggota PPLN Perth pada kegiatan Bimbingan Teknis Pemilu 2024 di Bali. Sumber: PPLN Perth

    Terdapat beberapa alasan utama mengapa akhirnya saya memutuskan untuk mendaftarkan diri sebagai anggota KPPSLN di kota Melbourne dan anggota PPLN di kota Perth. Pertama, ikut andil dalam momentum Pemilu merupakan cara saya untuk mengapresiasi proses demokrasi yang berlangsung. Dengan ikut andil dalam proses ini, sense of belonging terhadap bangsa dan negara ini menjadi lebih kuat.

    Selain itu, momentum Pemilu tentunya tidak terjadi setiap saat, terutama Pemilu di luar negeri. Alhasil, menjadi anggota KPPSLN dan PPLN menjadi bukti ikut andil saya dalam menyongsong semarak demokrasi di luar negeri. Harapannya, komunitas internasional pun dapat menyaksikan bagaimana proses demokrasi di Republik Indonesia berlangsung melalui proses pemungutan suara yang damai dengan kolaborasi masyarakat diaspora Indonesia yang erat.

    Alasan terakhir adalah berkaitan dengan identitas saya sebagai mahasiswa sekaligus generasi muda Indonesia di luar negeri yang ingin ambil peran dalam keberlangsungan negara ini melalui proses pemilihan calon-calon pemimpin negeri. Selain itu, ikut andil dalam Pemilu luar negeri adalah bagian dari peran penting generasi muda yang akan disampaikan di bagian selanjutnya.

    Sosialisasi Pemilu di wilayah Kalgoorlie Australia Barat. Sumber: PPLN Perth

    Andil Generasi Muda dalam Pesta Demokrasi Luar Negeri

    Seperti yang disampaikan di awal artikel, rasio pemilih muda mendominasi pemilih di Pemilu 2024. Sebagai generasi muda, termasuk mahasiswa Indonesia di luar negeri, kita memiliki andil atau peran penting untuk menyukseskan pesta demokrasi ini serta menentukan arah atau masa depan negara.

    Pertama, sebagai bagian dari kaum intelektual yang mengenyam studi di luar negeri, kita memiliki peran untuk menjadi corong atau penyampai informasi yang akurat dan positif dalam hal Pemilu 2024. Tentunya, kita menyadari betapa bahayanya misinformasi dan berita palsu (hoax) di tahun politik ini. Oleh karena itu, generasi muda memiliki peran bukan hanya sebagai penyampai informasi tetapi penyaring informasi guna mengidentifikasi informasi yang berterima.

    Bahkan sesederhana menjadi penyampai dan penyaring informasi yang dibagikan di grup WhatsApp keluarga atau teman-teman kelas pun sudah menjadi andil penting dari kita sebagai generasi muda untuk memastikan proses pesta demokrasi yang aman, jujur, dan adil.

    Beberapa platform yang menunjang generasi muda dalam mencari tahu informasi lebih lanjut tentang Pemilu mulai dikembangkan. Salah satunya adalah situs web Bijak Memilih. Melalui fitur Pemilu 101 yang terdapat di situs web Bijak Memilih, generasi muda dapat memperoleh informasi Pemilu secara lebih rinci berbasis data.

    Kedua, ikut andil menjadi panitia pemilihan umum di luar negeri menjadi strategi untuk memaksimalkan studi di luar negeri. Terdapat banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman ikut serta dalam Pemilu di luar negeri. Bahkan sesederhana ikut serta dalam memilih pun akan memberikan pelajaran tersendiri untuk kita sebagai generasi muda. Hal ini berkaitan dengan rasio pemilih muda yang mendominasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tentunya dapat menentukan arah masa depan negara.

    Terakhir, saat berkuliah di luar negeri, tentunya kita menjadi “wajah” pertama yang dilihat oleh komunitas internasional tentang segala hal berkaitan dengan Indonesia. Informasi tentang pesta demokrasi ini tentunya dapat kita ceritakan kepada teman kelas yang berasal dari negara lain serta komunitas internasional lainnya bahwa generasi muda di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini pun sama-sama berpartisipasi aktif dan peduli.


    Yogi Saputra Mahmud is a PhD student at The University of Western Australia with a fully funded scholarship from the Australian Government under the scheme of Research Training Program (RTP). He is also a university lecturer at President University who teaches English as a Foreign Language and Teacher Professional Development courses and teaching IELTS privately at Saputra Language Service. For collaboration and inquiries, please reach out through email at yogi.saputra@president.ac.id.


    Kemeriahan HUT RI ke-78 di Italia: Pengalaman Menjadi Pasukan Pengibar Bendera Merah Putih

    $
    0
    0

    Perayaan hari kemerdekaan RI yang jatuh pada tanggal 17 Agustus biasanya selalu berlangsung ramai dan meriah di Indonesia. Namun bagaimanakah jika perayaan HUT RI dilakukan di luar negeri? Apakah semeriah yang terjadi di Tanah Air? Dwiki, seorang mahasiswa dari Roma, Italia ingin membagikan pengalamannya saat merayakan HUT RI ke 78 lalu. Pengalaman ini sungguh berkesan baginya karena untuk pertama kalinya dia merayakan kemerdekaan Indonesia di luar negeri dan menjadi pasukan pengibar bendera saat upacara.

    Bagaimana kisahnya? Simak cerita menarik Dwiki saat merayakan HUT RI di Italia. 

    ****

    Hari kemerdekaan Indonesia ke-78 memang sudah berlalu 2 bulan, namun momen tersebut masih melekat di ingatan saya karena perayaan kali ini berbeda dari sebelumnya. Keberadaan saya saat ini pun sudah berbeda, bukan di Tanah Air Indonesia melainkan di “Negeri Pizza” Italia. Perbedaan ini membuat saya m erasakan banyak pengalaman yang sangat berbeda dari yang pernah saya lalui selama ini. Jika biasanya Bendera Merah Putih terlihat berkibar di segala tempat, namun di sini tentu saja tak semudah itu ditemukan. Lomba-lomba perayaan yang biasanya selalu meriah di setiap RT bahkan gang rumah, di sini khususnya di Roma hanya berpusat di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Meskipun merindukan suasana kemeriahan yang ada di Indonesia, tapi cerita Perayaan 17 Agustus di Italia juga tidak kalah seru.

    Berlomba dan Berkumpul di “Ceria Merdeka”

    Acara Ceria Merdeka adalah acara perlombaan memperingati HUT RI yang diadakan rutin setiap tahun di KBRI Roma, Italia. Bukan hanya mahasiswa saja yang berpartisipasi, namun semua WNI yang ada di Italia bisa ikut merayakannya. Pada tahun ini rangkaian acaranya diadakan dua minggu (weekend) di akhir Juli dan Awal Agustus. Pada pekan pertama ada perlombaan bulu tangkis yang diadakan di lapangan di Roma. Minggu depannya, PPI Italia mengadakan acara seru-seruan berkumpul bersama di KBRI Roma. Selain saling bertemu dan berkenalan, kami juga menyempatkan jalan-jalan keliling wisata Roma seperti Colosseum dan Piazza Venezia.

    PPI Italia Berkumpul Bersama Jalan-Jalan Mengelilingi Piazza Venezia dan Colosseum Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Pada tanggal 6 Agustus 2023 yang merupakan acara puncaknya, diikuti oleh banyak sekali masyarakat Indonesia dari segala usia. Acara diawali dengan perlombaan kartu domino kemudian lomba pingpong. Saat siang kami mengadakan gerak jalan bersama melewati rute sepanjang 3 km yang sudah ditentukan. Jalanan Roma menjadi ramai dan meriah dipenuhi warna merah putih dan tiupan terompet sambil mengibarkan bendera dari. Setelah gerak jalan kami kembali ke KBRI untuk makan siang dan melanjutkan acara perlombaan.

    Saya tidak menyangka kalau ternyata saya ditugaskan menjadi MC secara mendadak. Tanpa banyak persiapan, saya bersama teman saya Megumi membuka acara, mempersilahkan sambutan dari pihak KBRI dan memberikan panggung untuk penampilan. Selain itu, saya juga memandu perlombaan seperti lomba makan kerupuk, memasukkan pensil ke botol, joget balon, dan estafet kelereng. Tak mau hanya memandu dan menonton, saya pun mengikuti beberapa perlombaan meskipun akhirnya tidak menang. Kemudian di akhir acara ada pembagian doorprize dengan hadiah utama handphone. Saya menunggu nomor undian saya dipanggil tapi sampai akhir tidak terpanggil, memang keberuntungan tidak berpihak pada saya. Meskipun tidak dapat hadiah dan doorprize tapi saya tetap senang bisa ikut terlibat pada acara ini.

    Saya Mengikuti Perlombaan Estafet Kelereng di Acara Ceria Merdeka Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Menjadi Petugas Pengibar Bendera Merah Putih

    Hal yang paling berkesan pada momen 17 Agustus kali ini adalah saat saya menjadi pasukan pengibar bendera merah putih di upacara HUT RI ke 78 di Roma, Italia. Saya bersama 5 teman lainnya (Megumi, Dimas, Iseu, Triska, Salma) terpilih menjadi petugas pengibar bendera pada upacara HUT RI nanti. Mulai bulan April, ingat sekali saat itu bulan puasa, saya dan teman paskibra diukur badannya untuk dibuatkan baju petugas upacara nanti.

    Sekitar 2 bulan sebelum hari H, kami mulai berlatih secara rutin di halaman KBRI dengan dilatih oleh Pak Albek (Athan) dan Pak Satrio (Asisten Athan). Beruntungnya, kami selalu latihan di sore hari sehingga cuaca tidak panas dan kami juga selalu diberikan makanan yang enak setiap latihan jadi tidak terasa melelahkan. Namun tidak berarti segalanya mudah saat kami berlatih, ada saja kendala-kendala saat berlatih walaupun pada akhirnya semua kendala bisa teratasi.

    Saat awal-awal latihan kami kesulitan bahkan untuk hal dasar seperti langkah tegap maju. Hal ini wajar sekali karena kami tidak punya background Paskibra sebelumnya, kecuali Megumi yang merupakan komandan kami saat itu. Kami belajar dari hal yang sangat dasar seperti hadap kanan-kiri, balik kanan, dan cara melangkahkan kaki juga menguncinya. Meskipun terlihat mudah tapi ternyata cukup sulit, bahkan setelah latihan satu bulan kami masih sering melakukan kesalahan. Semakin mendekati hari-H kami semakin baik, perkembangan sudah sangat terlihat dan para pelatih juga memberikan pujian. Namun tepat H-2 sebelum upacara, hal yang paling kamu takutkan justru terjadi, benderanya terbalik saat dikibarkan. Kejadian ini tentunya menjadi ketakutan sendiri bagi kami berenam karena sudah latihan selama 2 bulan tapi kami masih melakukan kesalahan cukup fatal. Para pelatih tetap percaya pada kami, mereka memotivasi meyakinkan kami agar kami bisa tetap tenang, fokus, dan tidak tegang.

    Upacara HUT RI ke-78 17 Agustus 2023

    15 Agustus 2023, kami dilantik menjadi paskibra HUT RI ke 78 di Roma setelah Gladi Bersih bersama semua petugas upacara di hari sebelumnya. Pagi hari sekitar jam 8 pagi kami sudah berada di kantor Athan KBRI untuk bersiap-siap dan berdoa bersama. Proses pelantikan yang dipimpin Ibu KUAI Roma begitu khidmat, hingga saya terharu saat pembacaan Sumpah Paskibra dengan diiringi lagu Bagimu Negeri. Momen haru juga terasa saat kami menyanyikan lagu Indonesia Raya sambil meletakkan tangan di dada. Pelantikan pun selesai, kami saling bersalaman dan mengucapkan selamat juga foto bersama.

    Hari yang dinanti pun tiba, kami berangkat menuju KBRI lebih pagi untuk bersiap-siap dan memastikan segalanya sudah siap. Kami memakai seragam, saling membantu merias dan meletakkan aksesoris di pakaian. Pukul 10.00, kami pergi ke halaman KBRI setelah berdoa bersama, tak lama upacara pun dimulai. Meskipun dipenuhi rasa tegang, namun kami tetap berusaha fokus dan tenang agar tidak melakukan kesalahan. Sungguh akan mengecewakan jika terjadi kesalahan bagi kami maupun para pelatih yang sudah melatih selama 2 bulan ini. “Pengibaran Bendera Merah Putih…..” diucapkan oleh MC, kami pun langsung siap mengibarkan bendera. Perasaan bercampur saat saya kaki mulai melangkah kemudian menarik derek tali bendera, rasa haru, senang, tegang menjadi satu. Alhamdulillah pengibaran bendera pun selesai dan kami kembali ke tempat kami sambil menghela napas lega. Semua berjalan seperti apa yang sudah kami latih selama ini, jadi semua merasa puas.

    Acara pun dilanjutkan, setelah upacara ada penampilan angklung, tari Bali, dan pemotongan nasi tumpeng juga pastinya makan-makan dengan makanan khas Indonesia. Kami mengikuti acara dengan suka cita sambil berfoto-foto. Begitu banyak orang yang ingin berfoto dengan kami para petugas upacara sampai kami sedikit kelelahan. Suasana begitu meriah, semua orang Indonesia di Italia berkumpul dan bersatu bernyanyi dan berjoget bersama. Setelah acara selesai, kami bersama para staf KBRI memutuskan untuk pergi ke ikon Roma yaitu Colosseum untuk mengabadikan momen menjadi petugas paskibra. Sedikit malu karena karena seragam putih terang yang kami kenakan membuat kami menjadi pusat perhatian. Tak hanya foto, kami juga membuat video gerakan paskibra yang tentu saja memancing para pengunjung Colosseum menonton kami bahkan banyak wisatawan yang meminta foto dengan kami. Benar-benar serasa artis saat itu karena banyak yang meminta foto dengan kami yang bukan siapa-siapa. Setelah itu kami kembali ke KBRI dan beristirahat bersama sambil memakan cemilan hingga akhirnya pulang ke rumah.

    Pasukan Paskibra Roma Melakukan Gerakan PBB di Colosseum Sumber: Dokumentasi Pribadi

    Begitulah perayaan kemerdekaan HUT RI ke 78 di Roma Italia yang saya alami. Saya tidak pernah membayangkan kalau saya bisa menjadi petugas paskibra selama di Indonesia, pengalaman yang bisa dibilang sekali seumur hidup ini benar-benar memorable untuk saya. Indonesia-ku kini sudah berusia 78 tahun, kami akan selalu mencintai negeri kami dimanapun kami berada. Semoga tanah air kita dapat lebih maju lagi, Jaya Indonesiaku!

    Sustainable Aquaculture in Scotland: A Blueprint for Global Success

    $
    0
    0

    In the realm of sustainable aquaculture, Scotland stands as an exemplary model, demonstrating the transformative power of responsible practices, economic acumen, and environmental consciousness. Having immersed myself in the intricacies of this industry during my tenure studying Sustainable Aquaculture at the esteemed University of Stirling, I have gained profound insights into Scotland’s achievements. This article delves into the multifaceted success story of Scotland’s aquaculture sector, exploring its economic significance, environmental stewardship, community impact, and offering lessons for countries, including my homeland, Indonesia, seeking to replicate this success.

    A Robust Economic Engine

    Scotland’s strategic sustainable aquaculture of salmon and trout, notably in regions like Argyll & Bute, Orkney, Shetland, Highland, and the Western Isles, has elevated aquaculture into a £1 billion industry, solidifying its position as a cornerstone of the national economy. The sector’s exponential growth has not only significantly contributed to the nation’s GDP but has also generated over 8,800 jobs in 2014, especially in remote coastal areas, fostering economic resilience in these communities.

    Empowering Communities Through Employment

    Beyond economic statistics, the true impact of Scotland’s aquaculture industry lies in its ability to empower communities. Through the Scottish government’s foresighted initiatives in responsible practices and skill development, the industry has become a source of hope in areas where opportunities are scarce. The success story of individuals like James Ronald who started working in the aquaculture sector when he was 16 at Bakkafrost Scotland was proof that this sector not only empower people who live in remote coastal areas but also young talent like James. Starting from his young age until now, he has worked as a Marine Site Manager and earned more than £55,000 per annum. He serves as a testament to the sector’s potential in nurturing promising careers and sustaining local communities, thereby enhancing social well-being.

    Aquaculture has become a sector that empowers local people in Scotland.
    Aquaculture has become a sector that empowers local people in Scotland (Source: https://www.flickr.com/)

    Striking a Delicate Balance: Environmental Stewardship

    Central to Scotland’s aquaculture success is its commitment to environmental stewardship. The implementation of the “Scotland’s 10-Year Farmed Fish Health” framework exemplifies the nation’s dedication to finding a harmonious balance between economic growth and ecological preservation. By focusing on transparency, gill health, sea lice management, cleaner fish utilization, production cycles, licensing regimes, and climate change adaptation, Scotland ensures the long-term viability of its aquaculture sector while minimizing its impact on the environment.

    Sustainable labels always apply in this business to make sure their products come from responsible processes.
    Sustainable labels always apply in this business to make sure their products come from responsible processes (Source: https://www.flickr.com/)

    Global Collaboration and Cutting-Edge Research

    The challenges faced by Scotland’s aquaculture industry have spurred international collaboration and cutting-edge research. By fostering partnerships with experts worldwide, Scotland remains at the forefront of innovation. Ongoing research initiatives delve into diseases affecting fish stocks, leading to pioneering solutions that enhance the sector’s resilience amid evolving environmental conditions. This collaborative spirit and commitment to continuous learning serve as the industry’s bedrock.

    Lessons for Indonesia: Paving the Way for a Sustainable Future

    As a nation rich in marine biodiversity, Indonesia can draw profound lessons from Scotland’s aquaculture journey. By investing in education and research, implementing stringent regulatory frameworks, promoting local employment, and fostering international collaboration, Indonesia can pave the way for sustainable aquaculture practices. Tailoring these practices to Indonesia’s unique ecosystem, particularly in areas like Aceh, Bangka Belitung, and Papua, can stimulate economic growth, enhance food security, and promote environmental conservation.

    Scotland's success in aquaculture transcends economic figures
    Scotland’s success in aquaculture transcends economic figures (Source: https://www.flickr.com/)

    Scotland’s success in aquaculture transcends economic figures; it embodies a holistic approach to sustainable development. By integrating responsible practices, prioritizing environmental stewardship, and fostering global collaboration, nations like Indonesia can usher in an era where aquaculture not only fuels economies but also preserves the environment and uplifts communities. Scotland’s journey serves as a beacon, illuminating the path toward a future where the delicate balance between economic prosperity, environmental preservation, and social progress is not only achievable but sustainable. As I reflect on Scotland’s achievements, I am filled with optimism, envisioning a future where Indonesia, too, can echo this success and carve out a prosperous and sustainable path in the realm of aquaculture.





    Latest Images

    Pangarap Quotes

    Pangarap Quotes

    Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.

    Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.

    HANGAD

    HANGAD

    MAKAKAALAM

    MAKAKAALAM

    Doodle Jump 3.11.30 by Lima Sky LLC

    Doodle Jump 3.11.30 by Lima Sky LLC